3.7 Miracles of Sleeping: How to sleep better?

Bagaimana supaya kita bisa tidur lebih baik, bagaimana mengatasi Sleep Deprivation?

Jika kita sudah mengetahui semua akibat kekurang tidur, dan pembaca ternyata memiliki jam tidur yg tinggi dengan kualitas yg bagus, maka bersyukurlah kepada Tuhan YME atas berkatNYA yg luar biasa ini. Semoga dengan tulisan saya ini pembaca semakin bisa menghargai kegiatan tidur ini.

Namun jika pembaca mengalami kekurangan tidur seperti yg saya alami belakangan ini, maka beberapa tips berikut “mungkin” bisa membantu meningkatkan jam tidur pembaca. 

Saya tidak berani menjamin apakah tips berikut akan berhasil, akan tetapi tidak ada salahnya mencoba salah satu atau dua ata beberapa yg sekiranya cocok, karena tubuh manusia sangat unik dan berbeda antara satu dengan lainnya. Saya sendiri terus terang saja masih berusaha untuk meningkatkan jam tidur saya yg sampai sekarang masih berkisar sekitar 6.5 jam semalam. Dan juga sedang berusah untuk mencoba melakukan napping jika ada kesempatan.

Sebagian dari tips dibawah sudah saya coba, ada yg berhasil ada yg tidak. Saya masih mencari pola yg terbaik namun terus terang belum konstan hasilnya. Beberapa minggu terakhir saya merasakan peningkatan yg sangat signifikan, dan secara keseluruhan ada peningkatan jam tidur rata2 dari 2020 ke 2021, meskipun hanya 10”… lumayannn… wkwkk…

Berikut beberapa tips untuk meningkatkan jam tidur, tanpa berdasarkan prioritas:

  1. Mandi air panas sebelum tidur

Mandi air panas satu hingga dua jam sebelum tidur ternyata mempermudah kita untuk tidur dan juga memperbaiki kualitas tidur kita. Berdasarkan penelitian yg dipublikasikan pada bulan Agustus 2019 di Sleeping Medicine Review, mandi air panas bahkan pada musim panas, bisa memperbaiki kualitas tidur kita.

Mandi air panas menurunkan suhu inti tubuh kita. Berdasarkan penelitian, untuk kita bisa tidur lebih baik dan mempertahankan Deep Sleeping, kita perlu menurunkan suhu inti tubuh kita sekitar 2 – 3 derajat. Begitu katanya.

Bagi saya sendiri sepertinya tips ini tidak terlalu berpengaruh, namun bagi istri saya berpengaruh. Saya lebih suka mandi sore hari, sedang istri saya lebih memilih mendekati jam tidur, dan katanya memang memberikan pengaruh. Silakan mencoba.

  • Melakukan kegiatan relaksasi seperti meditasi atau latihan pernafasan.

Salah satu penyebab kita tidak bisa tidur adalah pikiran yg selalu berputar2 di kepala kita ketika mencoba untuk menutupkan mata. Anehnya kalau mata melek malah gak ada pikiran aneh2, begitu saya coba menutup mata, malah kepikiran ini itu. Apakah ada pembaca yg mengalami hal yg sama? Please share ya…

Nah, mendengarkan music yg lembut apalagi bermeditasi “katanya” membuat pikiran kita lebih relax. Terutama meditasi “katanya” membuat detak jantung kita menjadi relax. Namun sulit sekali membuktikan hal ini sampai saya mulai menggunakan alat Sleeping monitor seperti Oura Ring.

Ketika saya bermeditasi, saya belum tentu mencapai tahapan hening yg saya inginkan, tahapan dimana kita merasa amat sangat relax. Kadang2 kalau lagi ada masalah pada pagi harinya, bisa2 meskipun sudah mencoba duduk tegak bermeditasi, saya tidak bisa mencapai tahapan hening ini. 

Namun ketika saya “merasa” mencapai tahapan hening, saya juga tidak tahu apakah benar2 saya ini relax? Bagaimana membuktikannya?

Oura Ring yg saya gunakan di jari saya, ternyata bisa mengukur detak jantung saya selama saya bermeditasi. Dan terbukti benar, ketika saya berhasil mencapai tahap hening, Heart Rate saya turun dan saya akan menikmati tidur yg baik pada malam harinya.

Chart di atas adalah trend Heart Rate (detak jantung) dan HRV saya ketika saya bermeditasi sekitar 25 menit. Tampak HR saya semakin lama semakin turun. Dan HRV saya semakin lama semakin naik. Jadi terbukti bahwa meditasi memang oce punya…

Saya sangat menyarankan hal ini. Banyak sekali panduan bermeditasi di Youtube maupun berbagai mobile apps, ada yg gratis ada yg berbayar.

  • Minum segelas susu hangat sebelum tidur.

Nasehat untuk meminum segelas susu hangat sebelum tidur rasanya sudah lama sekali saya dengar. Akan tetapi karena tidak ada kebutuhan untuk itu, saya hampir tidak pernah mencobanya. Apalagi saya tidak tidak terlalu yakin alasan yg melatar belakangi nasehat ini.

Namun beberapa bulan lalu, pada beberapa malam saya kesulitan tidur, saya akhirnya mencobanya dan cukup ampuhhhh… saya benar2 bisa tidur dengan baik. Hanya saja kebiasaan ini tidak saya teruskan, karena mengganggu rutinitas Intermittent Fasting saya :). Seperti pembaca tahu saya sudah tidak lagi makan malam, kecuali minum air putih. Jadi saya menghindari apapun selain air putih setelah pukul 15 – 18. 

Jika meminum susu hangat pada malam hari tidak menjadi masalah bagi pembaca, hal ini bisa dicoba.

  • Usahakan membiasakan diri untuk mempersiapkan diri sebelum tidur 

Tidur juga perlu persiapan lho. Kalau dulu saya tidur cukup merebahkan diri langsung bablas, sekarang saya mulai membiasakan diri untuk mempersiapkan diri saya untuk tidur. Dan… beberapa gadget sekarang akan mengingatkan kita untuk bersiap2 tidur… hal yg tidak pernah terpikir di kepala saya sejak dulu :).

Terus harus mempersiapkan diri seperti apa?

Jangan berolahraga berat sebelum tidur, karena olahraga berat memicu munculnya hormone stress dalam tubuh, yg mengakibatkan tubuh kita berjaga. Selain itu, hormone stress mencegah munculnya melatonin, hormone tidur yg kita perlukan agar tubuh siap untuk tidur.

Para ahli menyarankan, jika berolahraga malam, paling tidak memberi jeda sekurangnya 3 jam sebelum tidur agar memberikan kesempatan pada tubuh untuk relax, dan juga menurunkan detak jantung pada level nyaman untuk tidur. 

Selain itu mematikan peralatan / gadget yg memancarkan cahaya atau sinar biru (Blue Light) seperti HP, Laptop, TV dll yg ternyata mempengaruhi jam tubuh kita. Nanti akan kita bicarakan lebih detail.

Terakhir adalah mematikan lampu agar ruangan tidur bisa segelap mungkin, karena cahaya lampu yg paling kecilpun (1 – 2 lux) bisa otak kita menjadi aktif dan akibatnya kita susah tidur.

  • Keteraturan adalah RAJA (Regularity is KING)

Para ahli menyarankan kita untuk berangkat tidur pada jam yang sama, dan bangun juga pada jam yang sama setiap hari, termasuk juga pada akhir pekan. Usahakan untuk membatasi perbedaan waktu tidur dan bangun tidak lebih dari 1 jam. 

Hal ini berhubungan dengan jam tubuh kita yg perlu diselaraskan dengan pola tidur dan bangun kita setiap hari. Begitu kita tidur larut atau bangun siang, maka bisa menyebabkan gangguan pada ritme jam tubuh kita.

Hal ini tampak sulit pada awalnya, namun setelah saya mencoba beberapa malam, saya yg tadinya tidak terbiasa tidur di bawah pukul 22 – 23, ternyata bisa juga tidur di antara pukul 20 – 21. Hanya saja yang saya kesulitan adalah menambah jam bangun lebih siang, karena secara automatic mata saya melek setelah pukul 5.30 jam berapapun saya tidur pada malam sebelumnya.

  • Ruangan yg dingin (Cool bedroom)

Hal satu ini diyakini sangat membantu kita untuk tidur lebih lelap, saya rasa kita semua setuju ya :), akan tetapi sayang sekali sebagian besar dari kita yg hidup di kota2 besar Indonesia, yg berada di negara tropis ini, lebih sering kepanasan daripada kedinginan :).

Para ahli menyarankan agar temperature tubuh kita berada di ruang dengan suhu kurang lebih 18.3 derajat Celcius… fiuhhhh… Itu temperature yg amat sulit dicapai di kota2 besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang dll, bahkan dengan ruangan ber-AC. 

Kecuali pembaca yg tinggal di daerah pegunungan atau berhawa sejuk, rasanya sulit untuk bisa mencapai suhu ruang seperti yg disarankan para ahli. Namun ini hanya salah satu factor saja.

  • Hindari Nicotine & Caffeine 

Hindari nicotine yg dikandung rokok dan caffeine (termasuk di dalamnya soda berkafein, kopi, the dan cokelat). Nicotine dan caffeine adalah merupakan stimulant, dan kedua substansi ini dapat mempengaruhi kualitas tidur kita.

Kadar caffeine yang bersikulasi di dalam tubuh kita memuncak kurang lebih 30 menit setelah kita mengkonsumsi kopi. Yang menjadi masalah adalah kadar caffeine di tubuh kita bisa bertahan cukup lama. Dalam dunia farmakologi, dikenal istilah “half-life” ketika membicarakan mengenai efikasi obat2an di dalam tubuh.

Istilah “half-life” ini merujuk pada lamanya waktu yg dibutuhkan oleh tubuh untuk menghilangkan 50% dari konsentrasi obat2an di tubuh kita. 

Caffeine memiliki rata2 “half-life” antara 5 – 7 jam. Artinya, jika misalnya kita minum kopi setelah makan malam pada pukul 19.30, maka pada pukul 1.30 dini hari, 50% dari konsentrasi caffeine masih aktif dan beredar di jaringan otak kita. Atau dengan kata lain, pada pukul 1.30 dinihari, tubuh kita baru menyelesaikan separuh tugasnya di dalam membersihkan otak dari caffeine yg kita minum setelah makan malam. 

Saya sendiri ketika masih “muda” :), “merasa” tidak pernah terpengaruh dengan kapanpun saya minum kopi. Namun setelah memasuki usia kepala 5, saya rasa tubuh saya semakin sensitive. Jika saya minum kopi terlalu sore, malam harinya “sepertinya” otak saya menjadi lebih segar dan sulit memejamkan mata.

Jadi sebaiknya tidak mengkonsumsi kopi mendekati jam tidur.

  • Hindari makan berat mendekati jam tidur

Otak adalah konsumen terbesar glucose di dalam tubuh. Begitu kita tidur, maka konsumsi glucose menurun, akibatnya kadar glucose yg seharusnya turun setelah tiga jam, menjadi lebih lama, yaitu sekitar 5 – 6 jam. 

Jika sebelum tidur kita mengkonumsi makanan yg mengakibatkan kadar glucose naik, maka otak mendeteksi bahwa kita sedang terjaga/bangun. Oleh karena itulah jika kita tidur pada kondisi kadar glucose sedang tinggi, akan memperburuk kualitas tidur kita. Hal ini diakibatkan oleh karena tubuh meninformasikan ke otak bahwa kita masih dalam keadaan terjaga / bangun. 

Saya sendiri ketika masih dulunya tidak merasa ada masalah dengan makan besar sebelum tidur. Dulu malah makan malam saya berkisar sekitar pukul 19.30 – 20.30 ketika saya baru sampai rumah dari pulang kantor.

Namun setelah mulai rutin menjalankan Intermittent Fasting dimana makan terakhir saya antara pukul 14.00 – 16.00, maka setiap kali saya makan lewat pukul 16.00, saya merasakan malamnya tidak tidur dengan baik. 

Saya sih tidak mengukur kadar glucose saya selagi tidur, lha gimana caranya kan :). Akan tetapi Resting Heart Rate saya selalu naik setiap kali saya makan relatively telat dibandingkan jika tidak. 

Hal ini baru saya sadari setelah saya mulai rutin memonitor kualitas tidur saya. Salah satu komponen yg menjadi penentu kualitas tidur adalah resting heart rate (RHR). RHR adalah jumlah detak jantung kita per menit pada saat kita resting (istirahat). 

Beberapa Sleeping monitor seperti Oura Ring yg saya gunakan, secara continue mengukur heart rate saya dan kemudian mengambil titik terendah pada saat beristirahat.

Apa sih yg diindikasikan oleh RHR ini? Secara logika begini penjelasannya. Jika kita lagi beristirahat, seharusnya jantung kita berdetak tenang atau berdebar2? 

Seharusnya berdetak santai kan ya? Kalau RHR kita 60 per menit, berarti tiap detik berdetak sekali… dessss… desss… desss… Tapi kalau RHR kita 120, berarti per detik berdetak dua kali dessdess…dessdess…dessdess… mirip kalau lagi ketemu Harimau atau penagih utang gitu kali ya :).

RHR yg normal berada pada kisaran 60 hingga 100 detak per menit, semakin rendah RHR berarti semakin fit tubuh kita. Para atlit top dunia, katanya memiliki RHR di bawah 50, bahkan pelari top dunia Usain Bolt memiliki RHR 33 per menit. Artinya jantungnya kuat / sehat banget… desssssssss… … … desssssssss… … … dessssssss, santai sekali. Namun… RHR terlalu rendah bagi orang awam yg jarang berolahraga, bisa mengindikasikan juga adanya gangguan pada jantung… jadi mohon diperhatikan.

Setelah saya cukup rajin berolahraga dan menjalankan Intermittent Fasting, ternyata RHR saya yg tadinya berada di kisaran 75+ / menit, mulai pelan2 turun hingga berada pada kisaran 50+ per menit. 

Nah setiap kali saya makan agak telat (itupun masih di bawah pukul 17.00), RHR saya malam itu pasti naik. Artinya selama saya tidur, jantung saya berdetak lebih cepat dibandingkan hari2 dimana saya tidak makan telat. 

Hal ini mengindikasikan tubuh saya tidak beristirahat dengan baik. Pencernaan, jantung, otak semua bekerja karena ada makanan yg harus diproses ketika kita tidur. Dan itu tentu mempengaruhi kualitas tidur kita.

Saya yakin pembaca pernah mendengar atau membaca perihal pengaruh Blue Light / Sinar Biru terhadap Kesehatan kita, ya kan? Berita mengenai pengaruh Blue Light terhadap tubuh kita sudah sekitar 6 tahun lalu beredar, namun saya tidak terlalu memperhatikan impactnya karena kok sepertinya agak2 abstract begitu :).

Saya mulai tertarik ketika beberapa pabrikan laptop dan gadget mulai mulai menambahkan fitur untuk “mematikan” atau mengurangi intensitas Blue Light ini. Apple sebagai salah satu produsen laptop dan gadget kelas atas dengan dana R&D sangat besar juga ikut2an menambahkan fitur ini sejak tahun 2015 pada iOS ver 9 dengan nama Night Shift.

Namun sejak fitur itu diluncurkan, saya juga tidak pernah tertarik mengexplore untuk apa produsen2 top dunia menambahkan fitur ini. Kadang saya pakai, kadang saya matikan, karena kalau di-ON-kan, maka layar laptop / HP kita menjadi agak warm / hangat nuansa warnanya. Kalau sedang mengedit foto / video, saya matikan supaya saya bisa memperoleh warna putih seperti pada siang hari. 

Akan tetapi setelah mulai membaca beberapa buku dan referensi mengenai pengaruh Blue Light ini terhadap kualitas tidur, saya baru tahu ternyata lampu tidur, layar tv, layar monitor, layar laptop, layar HP atau layar tablet kita mempunyai pengaruh yg relative “sangat buruk” terhadap kualitas tidur kita. 

Nah… baru tahu kan? 

Prof. Charles A. Czeisler dari Harvard University yang dijuluki The Father of Modern “Chronobiology” (ilmu yang mempelajari ritme internal tubuh manusia), menginvestigasi efek dari cahaya alami dan buatan terhadap tubuh manusia.

Beliau melakukan penelitian terhadap beberapa orang di Boston, dan menemukan beberapa hal yang sangat mengejutkan dimana beberapa dari mereka memiliki jam tubuh terpisah 12 jam, satu Hawaian Time Zone satunya Paris Time Zone. Jadi ada yg tubuhnya merasa siang sementara orang lainnya merasakan malam, pada lokasi yg sama.

Mengapa bisa demikian?

Jam tubuh utama kita terletak di otak, tepat di belakang syaraf optic. Jam tubuh kita terselaraskan oleh sinar matahari dan mengontrol ritme seluruh organ tubuh lainnya. Jam tubuh ini diset kurang lebih sama dengan siklus 24 jam: waktu yg dibutuhkan oleh bumi untuk menyelesaikan satu rotasi pada sumbunya.

Ketika kita menyalakan lampu pada malam hari, menonton TV, memandangi layar HP atau tablet kita, kita tidak sadar sedang menggeser circadian rhythm kita menjadi lebih larut. Blue light yg dipancarkan oleh lampu dan semua peralatan elektronik itu membuat tubuh / otak kita “merasa” bahwa kita sedang berada di siang hari.

Berdasarkan penelitian, exposure per kapita oleh Blue Light terhadap manusia sekarang ini 10 kali lebih besar daripada 50 tahun lalu. Dan selama 200 tahun terakhir kita sudah menggeser circadian clock kita 3 hingga 5 Time Zone ke Barat. 

Dr Claude Gronfier dari Lyon Neuroscience Research Center, melakukan penelitian pengaruh cahaya terhadap tubuh. Beliau meneliti seberapa lama cahaya ruangan sebesar 150 – 200 lux (kurang lebih intensitas cahaya di daerah kamar mandi atau pintu masuk lobby kantor) mengaktifkan otak manusia? Ternyata cukup hanya dalam waktu 2 – 5 menit saja untuk cahaya dengan intensitas seperti itu untuk mengaktifkan otak manusia. 

Bahkan cahaya 1 – 2 lux pada jarak 1 meter, bisa mengurangi 10% produksi Melatonin

Hormon Melatonin ini, juga disebut sebagai hormone kegelapan (the hormone of darkness) atau hormone Vampir (the vampire hormone), mengerikan ya :(. Bukan untuk menakut2i, tetapi karena hormone ini muncul atau dilepaskan oleh tubuh pada malam hari.

Hormon ini mulai beredar di dalam aliran darah kita ketika hari mulai senja, dilepaskan oleh bagian otak kita yang disebut “pineal gland”. Melatonin ini bertindak seperti tukang ronda yg berteriak2: ”Sudah gelappp… sudah gelapppp!”. Mungkin gitu kali tugasnya J. Intinya menginformasikan ke seluruh tubuh bahwa hari sudah gelap, maka siap2 lah untuk tidur… Hebat yaaa…

Nah jika setelah matahari terbenam, tubuh kita masih dibanjiri oleh sinar yang mengandung komponen Blue Light, seperti yg sudah saya sebutkan di atas, maka tubuh kita tidak melepaskan hormone Melatonin ini, sehingga kita tidak merasa lelah, tubuh tidak merasa perlu siap2 untuk tidur, dan akibatnya waktu tidur kita bergeser semakin malam atau dini hari. Dan sebagai akibatnya juga, kualitas tidur kita menjadi terganggu.

Hal ini seperti yg telah saya tuliskan di bagian awal tulisan saya ini, saya alami sendiri. Saya beberapa tahun lalu mengganti lampu di atas kamar tidur saya, yg tadinya berwarna warm whit, menjadi daylight (putih terang) dengan daya paling tinggi. Sehingga kamar tidur saya terang benderang, enak sekali untuk berkegiatan. Dan “mungkin” ini menjadi salah satu penyebab saya mengalami kesulitan tidur.

Hal yang disarankan oleh para ahli sebenarnya sederhana, menjadikan kamar tidur kita menjadi kamar tidur, bukan kantor, bukan tempat berkumpul apalagi berpesta, bukan tempat berolahraga, tapi tempat untuk tidur. Oleh karena itu kamar tidur kita selayaknya dibuat senyaman dan sebersih mungkin, seadem atau sedingin mungkin, dan pada saat kita tidur dibuat segelap mungkin. Itu saja… Silakan mencoba.

Oya, bagi pemakai kacamata, saat ini juga ada lensa kacamata yg dilapisi lapisan anti-blue-light. Bulan lalu ketika saya mengganti kacamata, dengan tambahan 1 juta rupiah, maka saya bisa memperoleh kaca dengan tambahan lapisan anti-blue-light ini. Apakah ada hasilnya? Hmmm… inilah susahnya, saya tidak bisa mengatakan dengan pasti, akan tetapi akhir2 ini kok kualitas tidur saya rasanya membaik… Sekali lagi “rasanya” lho ya… :)… Emang susah membahas urusan TIDUR ini.

Hingga sampai disini maka pembahasan saya mengenai urusan tidur telah selesai, bagian terakhir boleh dibaca boleh tidak, hanya merupakan penutup dari saya atas tulisan panjang saya mengenai TRILOGI KESEHATAN yg cukup banyak mengubahkan hidup saya… Silakan di click bagian Penutup

Next Post

3.6 Miracles of Sleeping: How do we know that we Sleep Deprived?

Bagaimana kita tahu kalau kita kekurangan tidur (Sleep Deprived?) Kekurangan tidur / Sleeping deprivation / Sleeping deficiency mungkin mirip seperti anxiety ya? Kadang kita tidak merasakannya, hingga suatu ketika telat saat menyadarinya. Saya, seperti yg telah saya uraikan berulang kali, tidak pernah menganggap tidur itu penting, bahkan saya pikir hanya […]

You May Like